Kita akan belajar tulisan yang ditujukan kepada jemaat di Sardis bagian yang kedua.
Mari kita baca terlebih dahulu ayatnya;
Wahyu 3:1 “Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Sardis: Inilah firman Dia, yang memiliki ketujuh Roh Allah dan ketujuh bintang itu: Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati!
Wahyu 3:2 Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati, sebab tidak satupun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan Allah-Ku.
Wahyu 3:3 Karena itu ingatlah, bagaimana engkau telah menerima dan mendengarnya; turutilah itu dan bertobatlah! Karena jikalau engkau tidak berjaga-jaga, Aku akan datang seperti pencuri dan engkau tidak tahu pada waktu manakah Aku tiba-tiba datang kepadamu.
Wahyu 3:4 Tetapi di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya; mereka akan berjalan dengan Aku dalam pakaian putih, karena mereka adalah layak untuk itu.
Wahyu 3:5 Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya.
Wahyu 3:6 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat.”
Setelah minggu lalu saya menjelaskan mengenai Wahyu 3:1, maka pada saat ini saya akan menjelaskan ayat 2-6. Di ayat ke Wahyu 3:2 dikatakan demikian, “Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati, sebab tidak satupun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan Allah-Ku.”
Bila di ayat 1 dikatakan bahwa jemaat di Sardis telah mati, di ayat kedua ini dikatakan, “Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati,” Kita tidak boleh melihat ini sebagai suatu hal yang bertentangan, namun justru ini merupakan informasi yang saling melengkapi antara ayat 1 dan ayat 2. Maka dapat disimpulkan bahwa jemaat di Sardis ada sebagian yang telah mati rohaninya, namun sebagian lagi ada yang hampir mati rohaninya.
Dan kepada mereka yang hampir mati rohaninya, Allah berkata dan memberi semangat kepada mereka untuk bangun dari keadaan rohani yang mati suri ini. Dalam terjemahan KJV dikatakan Be watchful yang artinya berjaga-jaga, jangan sampai jatuh tertidur dan tetap terjaga atau dalam keadaan bangun.
Pertanyaannya, Mengapa seseorang bisa kehilangan iman atau mati suri atau kehilangan cinta mereka kepada Allah? Paling tidak ada 2 hal mengapa seseorang dapat kehilangan imannya;
Pertama, terkadang iman seseorang bisa saja berada dalam kondisi di bawah, di titik nadir karena mengalami kondisi yang sangat berat dalam kehidupannya. Mungkin bisa saja kehilangan orang yang dikasihi dalam keadaan yang tragis, atau mengalami permasalahan dalam kehidupan rumah tangga yang sangat pelik, atau juga mengalami sakit penyakit yang begitu berat.
Ketika seseorang berada dalam kondis yang berat, maka tidak sedikit dari orang-orang ini yang menyalahkan Allah. Mengapa mereka menyalahkan Allah? Cara berpikirnya adalah demikian; mereka percaya Allah adalah Allah yang maha kuasa, dan karena Allah itu maha kuasa maka Allah dapat melakukan apapun juga, dapat menghindarkan seseorang dari jurang kebangkrutan, atau penyakit yang mematikan atau kematian seseorang yang dikasihi. Namun ketika semua masalah itu terjadi dan Allah membiarkannya dan tidak menghindarkan dari hidup kita, maka mereka akan marah kepada Allah. Mereka berpikir bahwa seharusnya Allah mampu dan wajib menghindarkan mereka dari masalah. Dan karena Allah membiarkan penderitaan dan malapetaka terjadi dalam hidup mereka maka mereka akan sangat marah dan kecewa kepada Allah. Hal ini membuat sebagian orang meninggalkan iman mereka dan memilih untuk tidak lagi mempercayai Allah.
Allah selalu punya alasan mengapa peristiwa ini atau itu terjadi di dunia ini dan di hidup kita, namun Allah tidak memiliki kewajiban untuk menceritakan alasan-alasan itu kepada kita. Ingat bahwa hikmat Allah tidak dapat kita pahami dengan akal pikiran kita yang sangat terbatas ini. percayalah bahwa Allah itu baik bukan karena kondisi hidup kita yang baik-baik saja, melainkan karena Pribadinya yang baik. Bila kita tidak mengerti mengapa kejadian buruk menimpa hidup kita, tetaplah percaya karena ketika kelak kita sudah bertemu dengan-Nya secara pribadi, kita akan mengerti mengapa hal ini atau hal itu harus terjadi dalam hidup kita. Inilah iman percaya yang harus kita miliki dalam menghadapi masalah yang sulit dan berat.
Kedua, selain kondisi hidup di titik terendah dalam hidup yang bisa membuat seseorang kehilangan kepercayaan dan iman kepada Allah, ada juga kondisi hidup yang berada di puncak kesuksesan dan kejayaan yang kemudian justru meragukan Allah. Mengapa bisa? Karena mereka merasa mendapatkan kesuksesan itu dari hasil kerja keras dan kehebatan mereka. Tidak ada peristiwa supranatural yang mereka alami saat meraih kesuksesan, karena itulah mereka berpikir bahwa Allah tidak ikut campur dalam urusan pekerjaan mereka, sehingga mereka berpikir bahwa kesuksesan yang diraih adalah hasil usaha dan kerja keras mereka. Di posisi inilah mereka meninggalkan Allah karena merasa tidak membutuhkan Allah lagi.
Kondisi di jemaat Sardis ini lebih cocok yang kedua karena penduduk di Sardis mendapatkan kekayaan mereka dengan mudah, di minggu lalu saya telah sampaikan bahwa mereka menjadi orang-orang yang kaya dengan sangat mudah. Ada sumber pasir emas di sana, dan memiliki pemandangan yang bagus serta menjadi kota dagang yang aman. Namun karena kekayaan yang mereka miliki dan keamanan yang mereka rasakan inilah yang justru menjadi bumerang bagi iman mereka.
Di Mat 13:22 dikatakan, “Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah.”
Jadi dapat dimengerti bahwa karena kekayaan yang luar biasa yang mereka miliki inilah yang membuat iman mereka justru mati total atau mati suri. Bagi yang mati suri atau hampir mati, Allah berkata kepada mereka untuk bangun dari tidur mereka, atau berjaga-jaga agar iman mereka tidak jatuh tertidur, atau jangan sampai iman mereka mati dan tidak bangun lagi.
Maka pertanyaan bagi kita semua adalah; apakah kita sama seperti jemaat di Sardis? Karena kekayaan atau kesuksesan yang kita miliki dan nikmati, kita merasakannya karena usaha kita sendiri. Serta kita merasa tidak ada hal supranatural yang terjadi, sehingga membuat kita berpikir bahwa Tuhan sama sekali tidak berbuat apapun dalam menolong pekerjaan kita, karena semuanya dikerjakan dengan kecerdasan dan hikmat diri sendiri. Kalau kita merasa hal yang seperti ini, maka marilah kita sama-sama datang kepada Tuhan dan bertobat, ketahuilah bahwa kalau kita sukses dan menikmati berkat kekayaan tanpa halangan berarti, itu karena Tuhan yang menjaga dan memagari hidup dan pekerjaan kita.
Saya beri contoh Ayub. Ayub pada kehidupan awalnya baik-baik saja karena ada pagar dari Allah yang melindunginya. Ketika pagar perlindungan Allah ini diambil, barulah ia mengalami berbagai malapetaka dan penderitaan yang luar biasa. Perhatikan Ayub 1:10 “Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu. Dari ayat ini kita belajar bahwa kehidupan Ayub yang baik itu karena ada pagar yang mengelilingi rumah, harta dan hidupnya.
Kalau hidup kita saat ini dirasakan baik-baik saja, dan semuanya berjalan mulus tanpa ada masalah yang cukup berarti, hal ini semata-mata karena Allah yang melindunginya, jangan berpikir bahwa itu semua karena kehebatan dan kepintaran kita dalam pekerjaan dan dalam mengelola aset-aset kita. Jangan sampai orang-orang yang sombong seperti ini membuat Tuhan mengambil pagar perlindungan-Nya. Karena ketika pagar perlindungan Tuhan diambil, habislah hidup kita. Kita tidak mampu sembunyi di manapun untuk bisa luput dari murka Tuhan.
Karena itulah apapun kondisi hidup kita, sekalipun kita sedang berada di bawah atau di atas, teruslah mengucap syukur atas kebaikan, dan perlindungan Tuhan dalam hidup kita.
Kita lanjutkan pembahasan kita, dan masih di ayat ke 2, dikatakan “sebab tidak satupun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan Allah-Ku.” Ada kata-kata “sempurna” di sini yang pararel dengan ayat 1 yang telah saya bahas di minggu lalu. Allah sebenarnya ingin mengatakan bahwa apa yang kita lakukan, entah itu urusannya dengan kehidupan pekerjaan, rumah tangga atau pelayanan, haruslah sempurna karena kita memiliki Allah yang sempurna. Inilah yang sebenarnya Allah inginkan.
Namun ternyata terlihat bahwa semua yang dilakukan oleh jemaat di Sardis ini tidak ada yang sempurna, semuanya ada cacatnya, ada kelemahannya dan ada kekurangannya. Atas hal ini, Allah memberikan peringatan di ayat ke 3, “Wahyu 3:3 Karena itu ingatlah, bagaimana engkau telah menerima dan mendengarnya; turutilah itu dan bertobatlah! Karena jikalau engkau tidak berjaga-jaga, Aku akan datang seperti pencuri dan engkau tidak tahu pada waktu manakah Aku tiba-tiba datang kepadamu.
Yang dimaksudkan bahwa jemaat di Sardis telah mendengar dan menerimanya adalah telah mendengar dan menerima Injil. Jemaat di Sardis diingatkan bahwa mereka telah mendengar Injil keselamtan dan telah menerima keselamatan itu, maka mereka wajib untuk taat kepada Injil yang telah mereka terima dan mereka haruslah bertobat dengan sungguh-sungguh. Karena bila jemaat di Sardis tidak bertobat dengan sungguh-sungguh, tidak berjaga-jaga maka Allah sendiri yang akan datang dalam kehidupan mereka secara mendadak untuk menghukum mereka.
Perkataan ini seharusnya menyadarkan jemaat di Sardis karena penduduk di kota Sardis sangat mengerti bahwa secara mendadak kota mereka di serang di malam hari ketika para penjaga tidak menjaga kota mereka, mereka memilih untuk tidur karena merasa aman dan tidak mungkin ada musuh yang akan menyerang mereka. Hal inilah yang Allah peringatkan kepada jemaat Sardis agar hal ini tidak terjadi dalam kehidupan iman mereka.
Kemudian dikatakan di Wahyu 3:4 “Tetapi di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya; mereka akan berjalan dengan Aku dalam pakaian putih, karena mereka adalah layak untuk itu.” Ayat ini mengatakan bahwa sekalipun sebagian besar jemaat telah mati dan sebagian lagi hampir mati iman mereka, namun ternyata masih ada sebagian kecil dari jemaat di Sardis yang tetap setia kepada Allah. Mereka tidak ikut mencemarkan diri, mereka menjaga kekudusan, mereka berjalan bersama Allah dan mengikuti Allah dengan sungguh-sungguh. Pakaian putih artinya kehidupan mereka bersih dan tidak tercemar dengan kekotoran dunia ini, mereka hidup kudus karena mereka memelihara iman dengan sungguh-sungguh.
Demikian juga dengan hidup kita, kita harus sungguh-sungguh hidup berkenan kepada Allah sekalipun dunia dan segala penduduknya berusaha menarik kita dalam kecemaran dan dalam ketidaktaatan kepada Allah. Teruslah setia dan apapun yang terjadi teruslah mengikut Allah, karena kelak kita akan mendapatkan upah atas segala penderitaan manusia batiniah kita selama ada di dunia yang cemar ini.
Kemudian dikatakan di Wahyu 3:5 “Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya”. Bila pakaian putih di ayat ke 4 saya terjemahkan sebagai kehidupan yang murni atau kudus atau bersih di hadapan Allah, pakaian putih di ayat ke 5 ini berbeda maknanya. Pakaian putih ini tidak dapat ditafsirkan sebagai kehidupan yang murni atau bersih di hadapan Allah, melainkan ini adalah reward atau upah yang Allah akan berikan kepada anak-anak-Nya yang telah memelihara iman dan memelihara hidupnya dengan sungguh-sungguh di dalam Tuhan.
Maka kalau kita memahami ayat 4 dan ayat 5 secara utuh, kita dapat membacanya demikian, “Tetapi di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan hidupnya; mereka akan berjalan dengan Aku dalam kekudusan, karena mereka adalah layak untuk itu. Barangsiapa menang, ia akan diberikan upah yang demikian; Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya.
Upah bagi mereka yang memelihara iman dan hidup selama di dunia ini adalah keselamatan kekal di sorga bersama dengan Allah selama-lamanya. Perhatikan kalimat Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya. Ini benar-benar upah yang kita anak-anak Allah nantikan selama kita hidup menderita di dunia ini.
Bukankah mempertahankan iman atas semua penderitaan di dunia yang kita alami adalah karena kita merindukan hidup di surga bersama dengan Allah selama-lamanya? Dan atas hal ini, Allah memberikan jaminan bahwa kita yang setia dalam menjalani kehidupan iman, pasti akan menikmati kehidupan di surga bersama Allah. Orang-orang yang setia ini tidak akan dilupakan oleh Allah yang tampaknya membiarkan penderitaan yang kita sedang alami.
Kemudian tulisan kepada jemaat di Sardis ini diakhiri dengan Wahyu 3:6 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat. “Kalau kita memperhatikan pada akhir tulisan kepada jemaat-jemaat di kitab Wahyu ini selalu diakhiri dengan perkataan “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan” karena begitu banyak orang yang memiliki telinga namun tidak mau mendengarkan atau menuruti apa yang disampaikan kepada mereka.
Nah saat ini keputusan ada di tangan saudara-saudara sekalian. Apakah saudara akan dengan sungguh-sungguh mengikut Tuhan dengan setia di dalam iman, apapun kondisi hidup kita entah ada di dalam kesuksesan atau penderitaan ataukah meninggalkan iman dan meninggalkan Tuhan, hidup dalam kesenangannya sendiri serta mengikuti arus dunia ini.
Namun saya berharap bahwa pada saat ini saudara yang mendengarkan khotbah ini, yang memiliki telinga untuk mendengar, dapat mendengarkan perkataan Tuhan dan menuruti perintah Allah dengan setia. Amin
Ps Jimmy Lizardo