Hal Mengumpulkan Harta 1&2
Hal Mengumpulkan Harta
Mat 6:19-24
Mat 6:19 “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya.
Mat 6:20 Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.
Mat 6:21 Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.
Mat 6:22 Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu;
Mat 6:23 jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu.
Mat 6:24 Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”
Bila kita merenungkan ayat-ayat tadi, maka kita mungkin akan bertanya-tanya di dalam hati kita demikian,
- “Apakah benar bahwa Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita bahwa kita tidak diperbolehkan mengumpulkan harta di bumi?
- Bila benar, Apakah hal ini berarti kita tidak boleh memiliki deposito, tabungan, properti, tanah ataupun dana lainnya?
- Bila Tuhan Yesus tidak memperbolehkan kita memiliki harta dan tidak boleh mengumpulkannya, lalu bagaimana kita bisa memiliki usaha ataupun perusahaan sendiri? Bahkan kalau kita bekerja kepada orang lain dan suatu saat kita mengalami PHK, lalu dari mana kita bisa mencukupi kebutuhan kita selanjutnya?
- Apakah benar bahwa Tuhan Yesus ingin agar kita tidak memiliki harta apapun di dunia ini? Apakah hal ini berarti bahwa kondisi seseorang yang miskin sesuai dengan kehendak Tuhan?
Jemaat Tuhan, kira-kira itulah berbagai pertanyaan yang mungkin saja muncul di pikiran kita kalau kita merenungkan Firman Tuhan yang saya bacakan tadi. Di saat ini saya akan menyampaikan pemahaman yang benar akan ayat Firman Tuhan tersebut sehingga kita tidak salah dalam memahaminya.
Di masa itu, yang dinamakan harta yang dimaksudkan dalam Matius 6:19 adalah terdiri dari pakaian mewah. Orang-orang Timur juga sangat senang dengan barang-barang yang dipajang, perlengkapan yang bagus, dan pakaian yang mahal, harta karun mereka sebenarnya banyak berupa pakaian yang indah dan penuh hiasan. Lihat Kejadian 45:22, di mana Yusuf memberikan kepada saudara-saudaranya “pakaian ganti”, atau di Yos 7:21, di mana Akhan menginginkan dan menyembunyikan “pakaian Babilonia yang bagus.” Lihat juga di Hak 14:12 bahwa Simson berjanji memberikan hadiah 30 pakaian lenan dan 30 pakaian kebesaran bila dapat menjawab teka teki yang disampaikan.[1] Jadi di masa itu, konteks kekayaan yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus adalah “Pakaian yang mahal”, berupa pakaian lenan, pakaian kerajaan, dengan berbagai macam pernak pernik di pakaian tersebut.
Dari fakta ini, maka bisa dijelaskan penggunaan kata “ngengat” pada kekayaan yang ada. Karena kekayaan yang dimaksudkan adalah berupa pakaian-pakaian mahal, maka ketika pakaian-pakaian ini dikumpulkan dan ditumpuk-tumpuk, maka pada suatu waktu akan dirusak atau dimakan oleh ngengat, bila hal ini terjadi maka pakaian yang telah rusak itu akhirnya jadi rusak, hancur dan tidak berguna sama sekali, bagi dirinya ataupun bagi orang lain.
Kata karat pada Mat 6:19 tadi, berasal dari kata βρῶσις (brōsis) yang memiliki arti “makanan atau memakan.” [2] Sementara kata “Karat” di dalam pengertian kita pada masa kini adalah proses korosi pada benda-benda logam. Jadi tentu saja “karat” yang dimaksudkan oleh perkataan Tuhan Yesus ini adalah bahwa pakaian-pakaian yang mahal-mahal itu pada suatu waktu ketika dimakan (brosis) oleh ngengat maka pakaian itu akan rusak, selain disebabkan karena ngengat, pakaian juga bisa dimakan (brosis) oleh kelembaban ataupun rusak karena jangka waktu yang lama, maka semua pakaian itu pada akhirnya menjadi sia-sia dan tidak berguna apapun.
Selain pakaian, di masa itu kekayaan juga diukur dengan emas dan perak atau benda-benda berharga lainnya. Dan orang-orang Yahudi memiliki kebiasaan untuk menyimpan benda-benda berharga tersebut di dalam tempat penyimpanan yang berasal dari bejana tanah liat yang dikeraskan di bawah sinar matahari. Pencuri terkadang mengambil barang-barang yang berharga di dalam tempat tersebut dengan cara menggali atau melubanginya. Karena itulah Tuhan Yesus berbicara sesuai dengan konteks di masa itu bahwa harta (pakaian-pakaian mahal dan emas perak atau benda berharga lainnya) di bumi bisa rusak karena ngengat, karat dan diambil oleh pencuri.
Namun apakah Tuhan Yesus benar-benar ingin mengatakan bahwa kita tidak boleh memiliki harta, bahkan pakaian yang bagus, tidak boleh memiliki emas, perak, perhiasan dan juga harta lainnya? Untuk memahami hal ini, kita harus melihat di dalam terjemahan bahasa Inggris yang saya ambil dari versi King James, demikian perkataan Yesus, “Lay not up for yourselves treasures upon earth” Dan saya terjemahkan “Jangan kumpulkan bagi dirimu sendiri”. Entah bagaimana penerjemahan di dalam bahasa Indonesia, kata-kata tersebut tidak muncul, melainkan hanya diterjemahkan “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi”. Terjemahan ini membuat pembaca merasa bahwa kita tidak boleh memiliki harta apapun di bumi ini.
Seharusnya terjemahan yang tepat adalah sebagai berikut, “Janganlah kamu mengumpulkan bagi dirimu sendiri harta di bumi” maka di sini kita bisa melihat bahwa ada perbedaan yang sangat mendasar. Di dalam Alkitab terjemahan Indonesia terlihat dengan jelas bahwa pembaca tidak diperbolehkan memiliki harta apapun, sementara di dalam terjemahan versi Inggri (KJV), terlihat bahwa yang dmaksudkan adalah harta itu tidak boleh dikumpulkan untuk diri sendiri. Maka hal ini berarti bahwa harta itu boleh dikumpulkan sejauh tidak dihabiskan untuk diri sendiri, melainkan berbagi berkat kepada orang lain, kepada yang membutuhkan dan kepada Tuhan dan pekerjaan-Nya di bumi ini. Maka ini berarti bahwa kita boleh mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya asal bukan untuk memperkaya diri kita saja, melainkan berbagi dan menjadi berkat bagi banyak orang.
Lalu Tuhan Yesus melanjutkan perkataan-Nya di ayatnya yang ke 20 demikian, “Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.” Seperti ayat sebelumnya, di ayat ini juga ada terjemahan yang kurang, karena seharusnya ayat ini berkata, “Tetapi kumpulkanlah bagimu sendiri harta di sorga”
Jadi sebenarnya Tuhan Yesus ingin berkata demikian, “Engkau tidak boleh mengumpulkan harta bagi dirimu sendiri selama ada di dunia, engkau harus membagi hartamu kepada orang lain yang membutuhkan dan kekurangan, namun engkau boleh mengumpulkan harta bagi dirimu sendiri bukan di bumi melainkan di surga.” Jadi sebenarnya seperti itulah perkataan yang Tuhan Yesus maksudkan.
Kita tidak boleh mengumpulkan harta bagi kita sendiri selama ada di dunia, namun kita boleh mengumpulkan harta bagi diri kita sendiri di surga. Selama kita ada di dunia maka kita harus berbagi, tidak boleh menjadi seseorang yang pelit atau tidak memiliki rasa peduli kepada orang lain. Kita harus membuka mata hati dan pikiran kita, dengan memperhatikan orang-orang yang hidupnya tidak seberuntung diri kita. Namun juga tidak berarti bahwa kita membiarkan orang lain memanfaatkan kebaikan dan ketulusan hati kita. Ingat juga perkataan Tuhan Yesus di Mat 10:16 demikian, “hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.”
Tuhan Yesus mendahulukan seseorang untuk cerdik terlebih dahulu dan bukan tulus. Artinya sebelum kita membantu hidup seseorang, tentu kita melihat bahwa orang tersebut memang layak untuk dibantu. Ia sudah bekerja namun penghasilan dari kerjanya tidak mampu mencukupi kebutuhannya. Firman Tuhan juga mengatakan di 2 Tes 3:10 “Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.” Di sini jelas dikatakan bahwa seseorang yang malas dan yang tidak bekerja janganlah ia makan. Artinya kita harus membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan apabila mereka sudah bekerja, namun tetap berkekurangan. Bantulah mereka yang tidak malas dan jangan memberikan bantuan kepada mereka yang hanya meminta-minta namun tidak bekerja karena malas.
Bahkan di dalam Pasal 505 KUHP ayat 1 dikatakan, “Barang siapa bergelandangan tanpa pencarian, diancam karena melakukan pergelandangan dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.” Sementara untuk larangan memberi uang kepada pengemis, diatur di masing-masing Perda, dan di DKI diatur dalam Peraturan daerah DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 Tentang Ketertiban Umum. Pada Pasal 40 a, b dan c dinyatakan bahwa setiap orang atau badan dilarang untuk: Menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, Menjadi pengemis, Serta memberi sejumlah uang atau barang kepada pengemis.
Jadi di akhir khotbah ini saya memberikan kesimpulan sebagai berikut;
- Kita tidak boleh mengumpulkan harta di dunia bila harta itu hanya bagi diri kita sendiri. Karena hal ini membuat diri kita menyembah mamon atau kekayaan. Hati kita akan dipenuhi dengan ketamakan dan kita juga tidak akan pernah puas dengan kekayaan.
- Kita boleh mengumpulkan harta bagi diri kita sendiri selama harta itu kita dikumpulkan di surga. Harta ini tentu bukanlah berupa harta benda materi, melainkan kebaikan yang kita lakukan kepada orang lain, ataupun menjadi anak-anak Tuhan yang berkenan bagi Tuhan kita.
- Kita harus berbagi harta kita kepada orang-orang yang membutuhkan, namun tidak kepada orang-orang malas ataupun para pengemis. Bahkan pemerintahan Indonesia dan Perda-perda telah mengatur untuk tidak boleh mengemis dan tidak boleh memberikan uang kepada pegemis. Hal ini karena hanya akan membuat mereka tetap malas dan tidak mau bekerja dan berusaha.
Kita tentu saja boleh memiliki dan menyimpan harta di bumi bila harta yang Tuhan percayakan itu menjadi berkat bagi orang lain.
Pada saat ini saya akan melanjutkan kebenaran Firman Tuhan Mat 6:21 “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” Kata “Hati” yang dimaksudkan adalah pusat perasaan, keinginan, pusat akal budi, kerangka batin dan pikiran.[1] Di sini kita bisa menilai bahwa hati adalah motor dari pergerakan kehidupan keseharian manusia. Manusia melakukan segala sesuatu karena dorongan dari hati. Di sini terlihat betapa pentingnya hati bagi manusia, bahkan Alkitab di Mat 22:37 “Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.” Di sini jelas sekali bahwa Tuhan Yesus ingin agar kita anak-anak-Nya mengasihi Tuhan secara penuh, dengan segenap hati, secara bulat dan utuh, tidak terbagi dengan hal yang lain dan dalam hal ini adalah harta atau materi.
Tuhan Yesus mengatakan bahwa kita boleh memiliki harta duniawi, dan harta duniawi itu harus juga menjadi berkat bagi orang lain, dan sekalipun memiliki begitu banyak harta, kita harus mencintai dan mengasihi Tuhan di urutan pertama yaitu dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap akal budi kita.
Mengapa Tuhan Yesus ingin agar manusia mencintai-Nya secara utuh dan bulat? Saya berikan analogi diri kita dengan pasangan kita. Bila seseorang menginginkan cinta dari pasangannya secara utuh dan bulat, hal ini adalah wajar dan sudah seharusnya. Demikian juga dengan Tuhan Yesus, Ia ingin agar kita sungguh-sungguh mengasihi-Nya secara utuh dan bulat karena Tuhan Yesus ingin kita mengasihi-Nya dengan sungguh-sungguh dan bukan kasih yang pura-pura.
Kita harus selalu ingat bagaimana Tuhan Yesus mengorbankan diri-Nya sendiri untuk menebus diri kita, untuk menyelamatkan kita dari hukuman kekal. Bila sedemikan rupa Tuhan Yesus telah berkorban dan mengasihi kita, lalu mengapa ada banyak orang Kristen yang rela mati demi harta? Mengapa banyak orang Kristen yang mencari harta secara membabi buta dan melakukan begitu banyak pelanggaran secara hukum dan etika?
Di sini Tuhan Yesus berkata bahwa sekalipun kita memiliki harta yang melimpah dalam kehidupan kita, hati ini harus tetap berpaut secara utuh dan bulat kepada Tuhan Yesus. Salah satu ciri bahwa kita tetap mencintai Tuhan sekalipun memiliki begitu banyak harta adalah ketika kita dengan sukacita berbagi kepada orang lain. Ini menunjukkan bahwa diri kita bukanlah orang yang tamak dan rakus akan harta, karena harta yang kita miliki kita bagikan kepada orang yang membutuhkan.
Seseorang yang menomorsatukan harta dalam kehidupannya, maka orang ini akan menjadi begitu pelit dan tidak akan berbagi secara tulus kepada orang lain. Ia akan begitu perhitungan terhadap segala sesuatu, menghitung untung dan rugi bila mengeluarkan uangnya. Di sini kita bisa melihat bahwa inilah yang dimaksudkan oleh Tuhan bahwa orang yang seperti ini tidak mengasihi Allah dengan penuh, utuh dan bulat.
Perkataan Tuhan “di mana hartamu berada di situlah hatimu berada” menunjukkan isi hati kita yang paling dalam. Sebenarnya, apa yang ada di hati kita? Apakah harta benda ataukah Tuhan Yesus? Isi hati kita yang paling dalam ini juga menunjukkan kasih kita yang sesungguhnya, apakah kita mengasihi Tuhan Yesus ataukah harta kita?
Bila orang Kristen “mengasihi hartanya” maka di situlah hatinya berada. Bila hal ini benar, maka yang perlu dipertanyakan adalah “Apakah harta itu telah menyelamatkan hidupnya dari dosa dan hukuman kekal?” Tentu saja jawabannya tidak! Namun bila jawabannya “Tidak”, mengapa orang itu menomorsatukan harta dan bukan Tuhan yang telah mati bagi dirinya? Saudaraku, ini adalah salah satu tipuan iblis kepada orang-orang Kristen yang tampaknya mengasihi Tuhan, namun ternyata mereka mengasihi hartanya. Jangan sampai kita mengasihi harta yang tidak mati buat kita, melainkan kasihilah Tuhan Yesus yang telah mati dan berkorban untuk kita.
Menariknya, kondisi ini tidak hanya dialami oleh jemaat yang memiliki pekerjaan secara profesional, namun perlu diketahui bahwa Firman Tuhan ini juga ditujukan kepada para rohaniwan, hamba Tuhan atau pendeta. Sekalipun rohaniwan ataupun hamba Tuhan berbicara di mimbar, hati mereka tidak semuanya memiliki ketulusan terhadap Tuhan. Ada banyak hamba Tuhan yang hatinya telah terkontaminasi dengan harta dan uang. Tidak sedikit yang mengkhotbahkan kepada jemaat untuk memberi hartanya kepada Tuhan, namun harta yang diberikan oleh jemaat itu ternyata untuk kepentingan pribadinya dan kehidupannya sendiri.
Perlu kita sadari bahwa kebenaran Firman Tuhan tidak pernah dimaksudkan hanya kepada sebagian manusia atau kepada jemaat saja, kebenaran Firman Tuhan dimaksudkan kepada seluruh manusia tanpa terkecuali, bahkan terutama kepada para hamba Tuhan yang mengkhotbahkannya.
Firman Tuhan kemudian diteruskan dengan perkataan, “ Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu.
Maksud dari Firman Tuhan tersebut adalah bahwa mata kita tidak akan menipu diri kita. Mata kita melihat apapun yang ada di depannya, namun yang membedakannya adalah hati yang memproses ketika melihat segala sesuatu. Kita bisa saja melihat hal yang sama, namun dengan persepsi yang berbeda. Contohnya adalah kisah 12 pengintai yang mengintai tanah Kanaan. Mereka melihat hal yang sama, berada di tempat yang sama, namun yang membedakannya adalah isi hati mereka. Hanya 2 pengintai yang sungguh-sungguh percaya bahwa Allah sanggup mengalahkan para penduduk Kanaan.
Demikian juga dengan mata hati kita. Apakah mata hati kita terang atau tidak? Bila hati kita terang, maka teranglah hidup kita. Namun bila hati kita gelap dan ironisnya kita merasa terang, maka betapa gelapnya hidup kita.
Saudara, tahukah kita bahwa mata jasmani kita memiliki kemampuan beradaptasi di dalam gelap. Ketika kita berada di ruangan yang gelap, lambat laun mata jasmani kita akan menyesuaikan diri dan kita tidak akan kesulitan dengan kondisi yang gelap. Demikian juga dengan mata hati kita. Ketika hati kita dipenuhi dengan kegelapan, awalnya kita akan merasa gelap, namun lambat laun akan beradaptasi dan kemudian suasana hati yang gelap itu tidak lagi dirasakan sebagai kegelapan. Di sinilah Tuhan Yesus ingin mengatakan betapa gelapnya hidup kita bila kegelapan yang kita alami itu kita anggap sebagai terang.
Bagaimana kita bisa terbebas dari kegelapan yang memenjara hati dan pikiran kita? Satu-satunya cara adalah dengan membersihkan hati pikiran kita dengan Firman Tuhan. Tuhan Yesus suatu ketika pernah menegur orang Farisi di Mat 23:26 Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih. Jadi kita harus bersihkan hati kita yang ada di dalam ini dengan teguran Firman Tuhan, maka hidup kita akan terang dan menjadi berkat bagi banyak orang.
Setelah berkata mengenai mata hati, Tuhan Yesus melanjutkan dengan perkataan Mat 6:24 Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”
Hati kita selalu memiliki kecenderungan untuk mengasihi sesuatu, hati tidak akan pernah bisa benar-benar kosong dan netral. Ia akan selalu dipenuhi dengan berbagai hal, bisa saja harta, hobi, pekerjaan, pasangan, anak, atau juga Tuhan. Hati kita tidak akan pernah bisa kosong, karena hati itu seperti wadah yang perlu di isi. Maka di sinilah Tuhan Yesus berkata bahwa bila hati kita tidak diisi dengan penuh oleh Tuhan, maka hati kita akan terisi oleh harta, masa depan, pekerjaan, hobi dan lain sebagainya.
Bahkan secara ekstrem Tuhan Yesus memiliki saingan, yaitu harta. Tuhan Yesus mengatakan bahwa seseorang tidak bisa mengabdi kepada 2 hal yaitu Allah dan Mamon. Mengapa dari sekian banyak hal, Tuhan Yesus berkata tentang Mamon dan bukan yang lain? Karena Mamon adalah berhala kenikmatan yang memiliki daya pikat yang begitu luar biasa.
Ingat kisah mengenai Tuhan Yesus di padang gurun yang dicobai iblis dan iblis memperlihatkan kepada Yesus seluruh isi dunia dengan segala isinya dan meminta Yesus untuk menyembah-Nya dengan imbalan seluruh isi dunia? Bahkan iblis merasa bisa menjatuhkan Yesus dengan tawaran harta seluruh dunia ini.
Ingat kisah “Orang kaya yang bodoh” di Luk 12:13-21? Kisah ini menceritakan mengenai orang yang sangat kaya namun Tuhan berkata bahwa orang ini adalah bodoh karena jiwanya akan diambil dan ia tidak memiliki apapun di dalam kekekalan. Ingat kisah Demas seorang yang dulunya kawan dari Rasul Paulus dan Lukas yang melayani bersama-sama namun pada akhirnya Demas meninggalkan pelayanan karena mencintai dunia ini? Jadi kita harus berhati-hati dengan kekayaan. Biarlah kekayaan yang kita miliki kita pakai untuk menjadi berkat bagi orang lain dan untuk pekerjaan Allah di dunia ini, dan bukan kita habiskan untuk diri kita sendiri.
Jadi di akhir khotbah saya ini, saya mengakhiri dengan memberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut;
- Kita harus mengoreksi diri kita sendiri, melihat sampai di kedalaman hati dan pikiran kita untuk mengecek apakah hati kita sudah mengasihi Tuhan secara utuh dan bulat ataukah kita mengasihi harta kekayaan kita?
- Kita harus rela untuk terus dimurnikan dan dibersihkan hati dan pikiran kita dengan Firman Tuhan sehingga “mata hati” kita senantiasa terang dan bukan gelap.
- Kita harus pastikan di dalam hidup kita yang sementara ini, bahwa kita mengasihi Allah dan bukan Mamon. Kita boleh menjadi orang yang diberkati dan kaya, namun kekayaan itu tidak kita habiskan untuk diri sendiri, melainkan berbagi untuk sesama dan juga untuk pekerjaan Tuhan di bumi ini. Amin